Potret Pelukis Indonesia Raden Saleh (1872) |
Berikut Biografi singkat dari Raden Saleh :
- Nama Lahir : Saleh Sjarif Boestaman
- Lahir : 1811, Semarang, Hindia Belanda
- Meninggal : 23 April 1880, Buitenzorg (sekarang Bogor), Hindia Belanda
- Tempat Peristirahatan Terakhir : Bogor, Jawa Barat, Indonesia
- Pekerjaan : Seniman, Pelukis
- Tahun Aktif sebagai Pelukis: 1829 - 1880
- Orang Tua : Sayyid Hoesen (Ayah) dan Mas Adjeng Zarip Hoesen (Ibu)
Raden Saleh Sjarif Boestaman adalah salah seorang pelukis terkenal dari Hindia Belanda (sekarang Indonesia), dimana saat itu periode aliran seni Romantisme sedang terjadi
🔴 Raden Saleh Pada Masa Kecil
Potret Ibu Raden Saleh |
Keramahannya akan bergaul memudahkannya masuk ke dalam lingkungan orang-orang Belanda dan juga lembaga-lembaga elite Hindia-Belanda. Seorang kenalannya pada masa itu yaitu Prof. Caspar Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya. Kebetulan di instansi tersebut ada pelukis keturunan bangsa Belgia bernama A.A.J. Payen yang didatangkan dari negeri Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa sebagai hiasan kantor di Departemen van Kolonieen di Belanda. Pelukis A.A.J. Payen tertarik pada bakat seorang Raden Saleh dalam berkesenian sehingga dia berinisiatif memberikan bimbingan tentang seni lukis kepada Raden Saleh
Pelukis A.A.J. Payen memang tidak menonjol atau terkenal di kalangan ahli seni lukis di Belanda, akan tetapi mantan mahaguru atau dosen Akademi Senirupa di Doornik Belanda ini cukup membantu Raden Saleh dalam mendalami ilmu seni lukis Barat serta belajar teknik pembuatannya, misalnya adalah melukis dengan media cat minyak. Pelukis A.A.J. Payen juga sering mengajak Raden Saleh dalam perjalanan dinasnya yaitu keliling pulau Jawa untuk mencari model pemandangan sebagai obyek lukisannya. Pelukis A.A.J. Payen pun menugaskan Raden Saleh dalam menemaninya keliling pulau Jawa untuk menggambar tipe-tipe atau obyek-obyek orang Indonesia di daerah yang disinggahinya
Dalam beberapa waktu bersama dengan Raden Saleh, pelukis A.A.J. Payen pun mulai terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, kemudian dia mengusulkan kepada pemerintahan Hindia Belanda agar Raden Saleh bisa belajar lebih lanjut ke negeri Belanda. Usul tersebut didukung oleh Gubernur Jenderal G.A.G.Ph van der Capellen yang memerintah pada waktu itu (1819-1826), setelah ia melihat karya-karya Raden Saleh
Pada Tahun 1829, yang nyaris bersamaan dengan pemberontakan dan perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Jenderal Hendrik Merkus de Kock, gubernur Jenderal Capellen membiayai Raden Saleh untuk belajar ke Belanda. Akan tetapi dalam keberangkatannya itu Raden Saleh memiliki misi lain sebagai utusan gubernur Jenderal Capellen. Di dalam surat yang mana gubernur Jenderal Capellen sebagai seorang pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen tertulis, selama perjalanan ke negeri Belanda, Raden Saleh bertugas sebagai orang yang mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang bagaimana adat-istiadat dan kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa, dan juga Bahasa Melayu. Hal Ini dapat menunjukkan bahwa Raden Saleh memiliki kecakapan yang lain selain bakat melukisnya
🔴 Raden Saleh Pada Saat Belajar ke Eropa
Potret Diri Raden Saleh (1840) karya Friedrich Carl Albert Schreuel |
Kemudian ketidakmunculan Raden Saleh selama berhari-hari pada saat belajar membuat teman-teman Belandanya tersebut menjadi cemas. Hingga muncul praduga bahwa pelukis asal Indonesia itu berani berbuat nekad karena rasa putus asa yang di hadapinya. Mereka akhirnya memutuskan untuk datang ke rumahnya, akan tetapi pintu rumahnya terkunci dari dalam. Mereka tidak tinggal diam begitu saja, pintu rumah Raden Saleh pun dibuka paksa dengan cara di dobrak. Setelah masuk ke dalam rumah lalu tiba-tiba mereka saling jerit, "Mayat Raden Saleh terkapar di lantai dan berlumuran darah", kata mereka. Dalam suasana yang panik itu lalu kemudian Raden Saleh muncul dari balik pintu lain, lalu beliau berkata dengan senyuman, "Lukisan kalian hanya mengelabui seekor kumbang dan kupu-kupu, tetapi lihat gambar saya yang bisa menipu manusia". Kemudian para pelukis muda Belanda itu pun pergi meninggalkan rumah Raden Saleh
Itulah bagaimana salah satu pengalaman menarik dari sosok Raden Saleh sebagai cermin kemampuannya dalam melukis. Dalam 2 (dua) tahun pertama di negeri Belanda, dia gunakan untuk memperdalam bahasa Belanda dan juga belajar teknik mencetak menggunakan batu. Sedangkan dalam hal melukis, selama 5 (lima) tahun pertama, Raden Saleh belajar melukis potret dari pelukis Belanda, Cornelis Kruseman dan juga belajar melukis dengan tema pemandangan dari pelukis Andries Schelfhout. Hal ini di lakukan oleh Raden Saleh karena karya-karya mereka memenuhi selera dan mutu rasa seni orang Belanda pada saat itu. Cornelis Krusseman adalah seorang pelukis istana yang sering menerima pesanan lukisan untuk kantor-kantor pemerintah Belanda dan juga untuk keluarga kerajaan
Raden Saleh dalam kehidupannya di Belanda semakin mantap memilih seni lukis sebagai jalur hidup yang akan di tempuhnya. Dengan intensnya dia dalam melukis kemudian dia mulai dikenal oleh masyarakat Belanda, bahkan memiliki kesempatan berpameran di Den Haag dan juga Amsterdam. Dalam pameran tersebut masyarakat Belanda terkejut dan merasa heran ketika melihat lukisan Raden Saleh. Mereka tidak menyangka bahwa seorang pelukis muda yang berasal dari Hindia bisa menguasai teknik dan yang pasti bisa menangkap karakter seni lukis Barat
Ketika waktu belajar di Belanda telah selesai, Raden Saleh mengajukan permohonan kepada pemerintah Belanda agar boleh tinggal lebih lama lagi untuk belajar "wis land, meet en werktuigkunde"(ilmu pasti, ukur tanah, dan pesawat), selain melukis. Lalu dalam perundingan antara Menteri Jajahan, Raja Willem I (1772-1843), dan juga pemerintah Hindia Belanda, akhirnya dia boleh tinggal lebih lama dan menunda kepulangannya ke Hindia Belanda (Indonesia), akan tetapi beasiswa yang berasal dari kas pemerintah Belanda dihentikan
Pada Saat pemerintahan Raja Willem II (1792-1849), Raden Saleh juga mendapat dukungan yang serupa. Beberapa tahun kemudian Raden Saleh dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu pengetahuan, sebagai contoh ke Dresden, Jerman. Di Dresden, Raden Saleh tinggal selama 5 (lima) tahun dengan status sebagai tamu kehormatan Kerajaan Jerman. Lalu kemudian Raden Saleh meneruskan studinya ke Weimar, Jerman (1843). Kemudian setelah selesai dalam studinya di Jerman, Raden Saleh kembali ke Belanda pada tahun 1844. Lalu sepulangnya dari Jerman, Raden Saleh melanjutkan melukisnya dan menjadi pelukis istana kerajaan Belanda
Seiring berjalannya waktu dalam menuntut ilmu di negeri Belanda, wawasan seni Raden Saleh pun semakin berkembang ketika beliau mulai mengagumi karya-karya tokoh aliran seni Romantisme, Ferdinand Victor Eugene Delacroix (1798-1863), salah satu pelukis Perancis legendaris. Lalu Raden Saleh pun mulai terjun ke dunia lukis dengan obyek hewan dimana karakter tersebut berkaitan dengan sifat agresif manusia. Untuk menguasai tehnik lukis dengan obyek tersebut maka Raden Saleh mulai mengembara ke banyak tempat untuk menghayati unsur-unsur dramatika yang ia cari
Ketika berada di Eropa, Raden Saleh menjadi saksi mata sebuah revolusi yang terjadi pada Februari 1848 di Paris, dan hal tersebut menjadi pengaruh penting terhadap dirinya. Selama berada di Perancis Raden Saleh bersama pelukis Perancis kenamaan yaitu, Horace Vernet, lalu mereka memutuskan untuk pergi ke Aljazair dan tinggal selama beberapa bulan pada tahun 1846. Di daerah inilah lahir sebuah ilham untuk melukis obyek-obyek kehidupan satwa di padang pasir. Berdasarkan dengan gagasan dari ilham mereka akhirnya membuahkan sejumlah lukisan dengan obyek perkelahian satwa buas dalam bentuk pigura-pigura besar. Selain Aljazair, negeri-negeri yang lain yang mereka kunjungi adalah di Austria dan juga Italia. Ketika di rasa cukup dalam menuntut ilmu di negara-negara Eropa akhirnya pengembaraan Raden Saleh pun berakhir pada tahun 1851, dan Raden Saleh memutuskan untuk pulang ke Hindia Belanda bersama istrinya, seorang wanita Belanda yang kaya raya
🔴 Raden Saleh Kembali ke Hindia
Sepulangnya dari negera-negara Eropa, Raden Saleh dipercaya menjadi konservator pada sebuah Lembaga Kumpulan Koleksi Benda-Benda Seni. Selain menjalankan profesi tersebut Raden Saleh melukis diantaranya adalah beberapa karya lukisan potret keluarga keraton dan juga pemandangan, hal tersebut menunjukkan bahwa dia tetap berkarya. Karena mungkin perbedaan prinsip akhirnya Raden Saleh bercerai dengan istrinya dan kemudian menikah kembali dengan gadis keluarga Jawa ningrat keturunan Keraton Solo
Raden Saleh tinggal di Batavia di rumah sekitar daerah Cikini. Desain Rumah tersebut di bangun sendiri menurut teknik sesuai dengan kemampuan tugasnya sebagai seorang pelukis. Dengan kecintaannya terhadap alam dan juga isinya, Raden Saleh memutuskan untuk menyerahkan sebagian dari halaman rumahnya yang sangat luas kepada pengurus kebun binatang. Saat ini, kebun binatang tersebut menjadi Taman Ismail Marzuki. Sedangkan rumah Raden Saat ini menjadi Rumah Sakit PGI Cikini,di Jakarta
Pada tahun 1875 Raden Saleh berangkat lagi ke Eropa bersama istri tercintanya dan baru kembali ke Hindia Belanda pada tahun 1878. Sepulangnya tersebut akhirnya Raden Saleh menetap di Bogor hingga sampai dengan wafatnya pada 23 April 1880 siang hari. Dan Menurut cerita kematian dari Raden Saleh adalah karena di racuni oleh pembantunya yang kemudian di tuduh mencuri lukisannya. Akan tetapi pemeriksaan dokter membuktikan bahwa Raden Saleh meninggal karena Trombosis atau pembekuan darah.
Pada nisan makam Raden Saleh di Bondongan Bogor tertulis "Raden Saleh Djoeroe gambar dari Sri Padoeka Kandjeng Radja Wolanda". Dengan mengacu pada kalimat di nisan itulah sering melahirkan banyak tafsir yang kemudian memancing perdebatan berkepanjangan tentang bagaimana sebenarnya visi kebangsaan seorang Raden Saleh
( Baca Juga Lukisan Harga 1,3 Triliun, Serta Pengertian Dan Sejarah Lukisan )
🔴 Lukisan Romantisme Raden Saleh
Pelukis Delacroix salah satu tokoh aliran Romantisme di nilai sangat memengaruhi karya-karya Raden Saleh dalam melukis, karena dalam karya-karyanya menampilkan keyakinan Romantismenya. Hal itu di kuatkan karena pada saat Romantisme berkembang di negara-negara Eropa di awal abad 19, Raden Saleh tinggal dan berkarya di negara Perancis (1844 - 1851)
Lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks adalah bukti dari aliran Romantimse pada karya-karyanya. Dalam karyanya terdapat gambaran suatu keagungan sekaligus kekejaman, dan juga cerminan harapan sekaligus ketidakpastian takdir (dalam kenyataan hidup). Dalam karya-karya pelukis Perancis Gerricault (1791-1824) dan juga Delacroix, diungkapkan dengan ekspresi dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan berwarna kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan-ketegangan yang kritis antara hidup dan mati
Dari Lukisan-lukisan ekspresi inilah salah satu bukti dari sosok seorang Raden Saleh adalah seorang beraliran Romantisme. Pada masanya, karya-karya Raden Saleh selalu menyindir tentang nafsu manusia yang terus mengusik makhluk lain. Sebagai contoh adalah lukisan dengan obyek berburu singa, rusa, banteng, dan lain-lain. Selain mengenyam pendidikan Barat, Raden Saleh juga peka terhadap realitas yang ada di hadapannya. Kepekaan itu yang melandasi Raden Saleh percaya terhadap Idealisme Kebebasan dan juga Kemerdekaan, untuk itu dia menentang penindasan. Hal ini di buktikan dengan karya lukisannya yaitu "Penangkapan Pangeran Diponegoro", yang mana meskipun menjadi pelukis kerajaan Hindia Belanda, akan tetapi Raden Saleh tidak sungkan dalam mengkritik politik Represif dari pemerintahan Belanda pada waktu itu
Penyerahan Diri Diponegoro (1835) karya Nicolaas Pieneman |
Akan tetapi berbeda dengan sebuah karya lukisan versi Raden Saleh yang di buat pada tahun 1857, yang menunjukan bahwa para pengikut Pangeran Diponegoro tidak membawa senjata, bahkan sebuah Keris yang berada di pinggang, ciri khas seorang Pangeran Diponegoro pun tidakk ada. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa itu terjadi di bulan Ramadhan. Arti dalam lukisan tersebut adalah Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya datang ke rumah kediaman Residen pemerintahan Hindia Belanda dengan maksud baik. Akan tetapi dalam perundingan tersebut mengalami suatu kegagalan sehingga Pangeran Diponegoro dengan sangat mudah di tangkap, karena Jenderal de Kock mengetahui bahwa musuhnya tak siap berperang di bulan Ramadhan. Dalam lukisan tersebut Pangeran Diponegoro tetap digambarkan berdiri dalam pose tegap dan siaga yang tegang. Wajahnya yang bergaris keras mencerminkan Raden Saleh menahan amarah, dan tangan kirinya yang mengepal menggenggam tasbih seraya selalu berdzikir
Penangkapan Diponegoro (1857) karya Raden Saleh |
Sebenarnya pada saat penangkapan itu, Raden Saleh sedang berada di negara Belanda. Setelah kembali ke Hindi Belanda (Indonesia), Raden Saleh mulai mencari informasi mengenai peristiwa Penangkapan tersebut dari kerabat-kerabat Pangeran Diponegoro. Dengan karya lukisannya tersebut serta usaha dalam menjelaskan realitas maka Raden Saleh mendapat predikat sebagai Pahlawan Bangsa. Dan akhirnya, dengan karya lukisannya itulah prestasi artistiknya mulai di kenal dan mendapat reputasi yang membuat Raden Saleh selalu dikenang dengan rasa bangga
Salah satu lukisan Raden Saleh yang masih ada sampai sekarang adalah kepala lukisan Seekor Singa, yang sampai sekarang tersimpan dengan baik di Istana Mangkunegaran, Solo. Lukisan tersebut dulu dibeli dengan harga 1.500 gulden. Pada tahun 1996 salah satu lukisan Raden Saleh yang berukuran besar yang berjudul "Berburu Rusa", terjual di Balai Lelang Christie's Singapura dengan harga Rp 5,5 miliar
🔴 Penghormatan Dan Penghargaan Kepada Raden Saleh
Pada tahun 1883, untuk memperingati 3 (tiga) tahun wafatnya Raden Saleh diadakan pameran lukisannya di Amsterdam, lukisan-lukisan yang di pamerkan di antaranya adalah yang berjudul "Hutan Terbakar, Berburu Kerbau di Jawa, dan Penangkapan Pangeran Diponegoro". Lukisan-lukisan yang di koleksi dan yang akan di pamerkan tersebut berasal dari Raja Willem III dan Ernst dari Sachsen Coburg Gotha
Banyak orang kaya dan pejabat-pejabat pemerintahan Belanda, Belgia, serta Jerman yang mengagumi karya pelukis Raden Saleh yang semasa di mancanegara berpenampilan unik dengan berpakaian adat Jawa ningrat lengkap dengan blangkon yang ada di kepalanya. Di antara pengagum Raden Saleh adalah bangsawan Sachsen Coburg Gotha, keluarga Ratu Victoria, dan sejumlah gubernur jenderal Belanda seperti Johannes van den Bosch, Jean Chrétien Baud, dan Herman Willem Daendels
Dari prestasinya itulah Raden Saleh mendapatkan tanda penghargaan yang di sematkan di dadanya, di antaranya adalah bintang Ridder der Orde van de Eikenkoon (R.E.K.), Commandeur met de ster der Frans Joseph Orde (C.F.J.), Ksatria Orde Mahkota Prusia (R.K.P.), Ridder van de Witte Valk (R.W.V.), dan lain-lain
Dari pemerintah Indonesia penghargaan terhadap Raden Saleh diberikan pada tahun 1969 melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu secara Anumerta atau berupa Piagam Anugerah Seni sebagai seorang Perintis Seni Lukis di Indonesia. Sebagai Wujud penghargaan pemerintah Indonesia yang lain adalah pembangunan ulang makam Raden Saleh di Bogor yang dilaksanakan oleh Ir. Silaban atas perintah Presiden Soekarno
Penghormatan terhadap Raden Saleh juga di terapkan pada ilustrasi benda-benda berharga negara, sebagai contoh pada akhir 1967 PTT mengeluarkan Perangko seri Raden Saleh dengan Reproduksi dua lukisannya bergambar binatang buas yang sedang berkelahi
Dengan adanya Raden Saleh, Indonesia mendapat kebanggaan tersendiri melihat karya anak bangsa dapat menerobos museum-museum besar dan ternama seperti museum Rijkmuseum di Amsterdam Belanda, dan dipamerkan di museum bergengsi Louvre di Paris Perancis. Bahkan Pada tahun 2008 sebuah kawah yang berada di planet Merkurius di namai dirinya
🔴 Beberapa Contoh Karya Lukisan Raden Saleh
|
|
Demikian penjabaran tentang Biografi dan contoh karya-karya Raden Saleh. Semoga Bermanfaat bagi Anda. Jika ada tambahan bisa di tambahkan di kolom komentar. Terima Kasih
──────────────────────────────────────────────────
( Baca Juga AIR DALAM KESENIAN )
No comments:
Post a Comment